ARFID sebagai gangguan perilaku destruktif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak | Fobia nasi | fobia makanan |Hipnoterapi
Fenomena ARFID
sebagai gangguan perilaku destruktif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
ARFID adalah
singkatan dari Avoidant/Restrictive Food Intake Disorder, yang merupakan
gangguan makan yang ditandai oleh perilaku yang melibatkan pembatasan makanan
atau penolakan untuk makan jenis makanan tertentu. Gangguan ini tidak berkaitan
dengan keinginan untuk menurunkan berat badan atau kekhawatiran tentang bentuk
tubuh, tetapi lebih terkait dengan keterbatasan dalam jenis atau jumlah makanan
yang dikonsumsi.
Di dalam bahasa
Indonesia, Avoidant/Restrictive Food Intake Disorder (ARFID) dikenal sebagai
Gangguan Makan dengan Intake Makanan yang Dihindari/Pembatasan, atau sering
juga disebut sebagai Gangguan Makan dengan Intake Makanan yang Dihindari/Pembatasan
(GMDMP). Penamaan ini mencoba menggambarkan esensi dari gangguan tersebut,
yaitu perilaku individu yang menghindari atau membatasi secara signifikan jenis
makanan yang dikonsumsi mereka.
Beberapa ciri
ARFID meliputi:
1. Pembatasan Jenis Makanan: Anak atau individu dengan ARFID mungkin menolak
untuk makan jenis makanan tertentu karena rasa atau tekstur yang tidak disukai,
atau karena khawatir muntah atau mengalami masalah pencernaan setelah
memakannya.
2. Pembatasan Kuantitas Makanan: Mereka juga bisa memiliki keengganan untuk
mengonsumsi jumlah makanan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat.
3. Konsekuensi Kesehatan: Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan berat badan
yang tidak disengaja, kekurangan gizi, dan masalah kesehatan lainnya karena
tidak mencukupi nutrisi yang diperlukan.
ARFID biasanya
dimulai pada masa anak-anak atau remaja, meskipun dapat terjadi pada orang
dewasa juga. Penyebabnya bisa bervariasi, termasuk sensitivitas sensorik
terhadap makanan, kekhawatiran tentang makanan yang dapat menyebabkan muntah
atau sakit perut, atau trauma seputar makanan.
Pengobatan ARFID
melibatkan pendekatan multidisiplin yang sering mencakup intervensi psikologis untuk mengubah pola perilaku makan, dukungan nutrisi untuk memastikan asupan gizi yang
cukup, dan terkadang terapi berbasis keluarga untuk membantu mengubah
lingkungan makan yang mendukung. Penting untuk mendeteksi dan mengobati ARFID
sesegera mungkin untuk mencegah komplikasi kesehatan jangka panjang dan
memfasilitasi pemulihan yang optimal.
Dampak
negative ARFID terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
Avoidant/Restrictive
Food Intake Disorder (ARFID) dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada
individu yang mengalaminya, baik secara fisik maupun psikologis. Berikut adalah
beberapa dampak negatif yang dapat terjadi akibat ARFID:
1.
Kurang Gizi
dan Pertumbuhan Terhambat: Karena
individu dengan ARFID sering kali membatasi jenis atau jumlah makanan yang
mereka konsumsi, mereka dapat mengalami defisiensi gizi yang menyebabkan
masalah seperti kekurangan vitamin dan mineral. Ini dapat menghambat
pertumbuhan fisik dan perkembangan yang sehat, terutama pada anak-anak dan
remaja.
2.
Penurunan
Berat Badan yang Tidak Disengaja:
Keterbatasan dalam asupan makanan dapat menyebabkan penurunan berat badan yang
tidak diinginkan atau bahkan kekurangan energi yang dapat berdampak negatif
pada kesehatan fisik secara keseluruhan.
3.
Masalah
Kesehatan Fisik: Kekurangan gizi yang kronis dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan fisik, seperti penurunan energi,
kelemahan otot, gangguan pencernaan, masalah hormonal, dan gangguan imun.
4.
Masalah
Kesehatan Mental: ARFID dapat menyebabkan kecemasan
yang signifikan terkait dengan makanan dan makanan. Individu dengan ARFID juga
mungkin mengalami isolasi sosial, rasa malu, dan stres yang berhubungan dengan
interaksi sosial yang melibatkan makanan.
5.
Kualitas
Hidup yang Menurun: Gangguan dalam pola makan dapat
mempengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan, termasuk keterbatasan dalam
partisipasi dalam acara sosial atau keluarga yang melibatkan makanan, serta
penurunan kualitas hidup sehari-hari karena kesehatan yang terganggu.
6.
Resiko
Komplikasi Kesehatan Jangka Panjang:
Jika tidak diobati, ARFID dapat meningkatkan risiko untuk pengembangan masalah
kesehatan jangka panjang, seperti osteoporosis, gangguan kardiovaskular, dan
masalah kesehatan mental yang lebih serius.
Dampak
negatif dari ARFID dapat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan
durasi gangguan makan. Oleh karena itu, pengenalan dini, evaluasi medis yang
komprehensif, dan intervensi terapeutik yang tepat sangat penting untuk
membantu individu yang mengalami ARFID mengatasi masalah ini dan memulihkan
kesehatan secara menyeluruh.
Gejala
anak yg terkena Avoidant Restrictive Food Intake Disorder (ARFID)
Gejala
Avoidant/Restrictive Food Intake Disorder (ARFID) pada anak dapat bervariasi,
tetapi umumnya melibatkan perilaku yang melibatkan penolakan atau pembatasan
makanan tertentu. Berikut adalah beberapa gejala yang mungkin terlihat pada
anak yang mengalami ARFID:
1. Pemilihan Makanan yang Sangat Terbatas: Anak mungkin hanya mau makan beberapa jenis makanan
atau memiliki preferensi yang sangat khusus terhadap jenis makanan tertentu.
Mereka bisa menolak untuk mencoba atau makan makanan dari kelompok makanan
tertentu, seperti sayuran, protein, atau buah-buahan.
2. Kesulitan Memperluas Pilihan Makanan: Anak mungkin mengalami kesulitan untuk memperluas
pilihan makanan mereka seiring waktu. Mereka bisa enggan untuk mencoba makanan
baru atau menunjukkan kecenderungan untuk hanya makan makanan dengan tekstur
atau tampilan tertentu.
3. Kecemasan atau Ketakutan yang Berhubungan dengan
Makanan: Gejala ini dapat
mencakup kekhawatiran yang berlebihan terhadap makanan tertentu yang mereka
anggap dapat menyebabkan mereka sakit atau muntah. Anak mungkin enggan untuk
makan di situasi sosial atau keluarga tertentu, seperti pesta atau makan di
luar rumah.
4. Penurunan Berat Badan yang Tidak Dijelaskan: Jika ARFID menyebabkan defisiensi nutrisi yang
signifikan, anak bisa mengalami penurunan berat badan yang tidak disengaja atau
masalah pertumbuhan yang terhambat.
5. Gangguan Kesehatan Fisik: Keterbatasan dalam asupan makanan dapat menyebabkan
masalah kesehatan fisik, seperti kelelahan, kelemahan otot, gangguan
pencernaan, atau gangguan lainnya yang terkait dengan kekurangan energi atau
nutrisi.
6. Gangguan Emosional atau Psikologis: ARFID dapat berdampak pada kecemasan yang signifikan
terkait dengan makanan atau makanan, serta dapat menyebabkan stres atau isolasi
sosial yang berkaitan dengan perilaku makan anak.
7. Gangguan dalam Kualitas Hidup: Anak mungkin mengalami keterbatasan dalam
partisipasi dalam acara sosial atau keluarga yang melibatkan makanan, serta
dapat mengalami dampak negatif pada kehidupan sehari-hari mereka.
8. Penolakan atau Protes Terhadap Makanan Baru: Anak mungkin menunjukkan resistensi yang kuat
terhadap mencoba makanan baru atau mungkin menunjukkan ketidaknyamanan yang
signifikan saat mencoba makanan baru.
Penting untuk menyadari
bahwa gejala ARFID dapat bervariasi dari ringan hingga parah, dan pengenalan
dini serta intervensi yang tepat sangat penting untuk membantu anak mengelola
dan mengatasi gangguan makan ini. Konsultasikan dengan profesional kesehatan
dan psikolog yang berpengalaman dalam menangani gangguan makan pada anak untuk
evaluasi dan perawatan yang sesuai.
Modalitas penanganan Avoidant Restrictive Food Intake
Disorder (ARFID) pada anak
Penanganan
Avoidant/Restrictive Food Intake Disorder (ARFID) melibatkan pendekatan yang
komprehensif dan multidisiplin, yang mencakup beberapa modalitas terapi dan
dukungan medis. Berikut adalah beberapa modalitas penanganan yang umum
digunakan:
1. Edukasi dan Pemantauan Medis: Langkah pertama dalam penanganan ARFID adalah
melakukan evaluasi medis yang komprehensif untuk mengevaluasi kondisi kesehatan
fisik dan nutrisi anak atau individu yang terkena gangguan ini. Pemantauan
terus-menerus terhadap status kesehatan fisik sangat penting untuk memastikan
tidak ada komplikasi yang berkembang akibat kekurangan nutrisi.
2. Terapi Psikologis: Terapi kognitif perilaku (CBT) sering digunakan
dalam penanganan ARFID untuk membantu individu mengidentifikasi pola pikir dan
perilaku yang tidak sehat terkait dengan makanan. Terapi ini membantu individu
untuk memahami dan mengubah persepsi mereka terhadap makanan, mengatasi
kecemasan terkait makanan, dan mengembangkan strategi baru untuk meningkatkan
asupan makanan.
3. Terapi Nutrisi: Dukungan dari ahli diet atau ahli gizi diperlukan untuk merencanakan
diet yang seimbang dan memadai sesuai dengan kebutuhan individu yang mengalami
ARFID. Terapi nutrisi juga melibatkan pendidikan tentang nilai gizi makanan dan
cara untuk meningkatkan variasi makanan.
4. Terapi Berbasis Keluarga: Mengingat bahwa lingkungan keluarga dan interaksi
sosial berperan penting dalam pola makan anak-anak, terapi berbasis keluarga
dapat membantu membangun dukungan keluarga yang positif, meningkatkan pemahaman
orang tua tentang ARFID, dan mengembangkan strategi keluarga untuk mendukung
pola makan yang sehat.
5. Intervensi Sensorik: Untuk individu yang memiliki sensitivitas sensorik
yang tinggi terhadap rasa, tekstur, atau aroma makanan, intervensi sensorik
dapat membantu mereka untuk mengeksplorasi dan memperluas toleransi mereka terhadap
berbagai jenis makanan.
6. Pendekatan Gradual dan Dukungan: Menjalani perubahan dalam pola makan dapat menjadi
tantangan bagi individu dengan ARFID. Pendekatan bertahap dan dukungan yang
berkelanjutan dari tim perawatan adalah kunci untuk membantu individu mengatasi
kesulitan ini tanpa menimbulkan tekanan atau stres tambahan.
Setiap program
perawatan ARFID harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik individu, dan bisa
memerlukan kerjasama antara beberapa profesional kesehatan termasuk psikiater,
psikolog, ahli gizi, dan dokter spesialis lainnya. Pemulihan dari ARFID
membutuhkan kesabaran, dukungan, dan kerja sama yang erat antara individu yang
terkena gangguan, keluarga, dan tim perawatan medis.
Hipnoterapi
sebagai modalitas alternatif mengatasi ARFID atau gangguan makan pada anak
Cerita
Pakar Hipnoterapi Sembuhkan Anak Takut Nasi, Susah BAB & Kecanduan Game
Jakarta -
Bunda mungkin pernah
mendengar hipnoterapi. Ternyata terapi ini tak hanya diperuntukkan bagi orang
dewasa, tapi juga untuk anak-anak. Belakangan, viral di TikTok, terapis bernama
Andi Fians membagikan cerita kliennya yang masih anak-anak.
Dalam video TikTok,
anak tersebut diketahui sulit makan, hanya mau makan snack seperti wafer,
biskuit dan sejenisnya. Anak itu menolak untuk konsumsi makanan yang
umumnya dimakan seperti nasi, sayur, buah, Bunda.
Namun, berkat
hipnoterapi, perlahan anak tersebut 'sembuh' dan mau makan, Bunda. Terkait
hipnoterapi, HaiBunda berkesempatan untuk berbincang
dengan Andi Fians, terapis hipnoterapi yang juga menangani klien anak.
Menurut Andi, inti
dari metode hipnoterapi itu menggunakan sugesti dan ada beberapa prosedur atau
langkah-langkah yang harus dilakukan. Seperti pra induksi, induksi, deepening, baru nanti pemberian sugesti dan
terminasi.
"Kalau metode hipnoterapi
secara keseluruhan kan panjang. Intinya, hipnoterapi adalah teknik terapi untuk
membantu menyelesaikan masalah psikis, mental, dan emosi orang yang mengalami
itu semua," ungkapnya saat dihubungi HaiBunda, baru-baru
ini via telepon.
"Ilmu dasarnya
(hipnoterapi) itu hipnotis, dari hipnotis ini salah satu pengembangannya bisa
hipnoterapi dari situ. Jadi ilmu dasarnya masih hipnotis, jadi hipnoterapi
terapi yang menggunakan hipnotis."
Andi kemudian
menjelaskan, ada perbedaan pendekatan pada anak-anak dan dewasa saat menjalani
hipnoterapi. Anak-anak berbeda sekali dengan dewasa, Bunda. Kata Andi,
anak-anak harus lah merasa nyaman dahulu dengan terapisnya. Jika sudah nyaman,
baru lah masuk ke sesi hipnoterapi.
"Beda dengan
dewasa, datang masuk ruang terapi, duduk manis, bisa langsung lakukan. Kalau
anak tidak, kadang datang nangis, main dahulu. Jadi senyaman anak
mungkin."
Andi mengatakan,
biasanya keluhan anak lebih sulit dan lebih lama penanganannya daripada keluhan
dewasa. Namun, untuk waktu penanganannya tergantung klien dan masalahnya
seperti apa.
Untuk anak yang sulit
makan, sebut Andi, bisa lima sampai tujuh kali terapi. Kalau anak biasanya
mogok sekolah atau kecanduan game, maka maksimal
dilakukan tujuh kali terapi. "Jenjang terapinya 4-5 hari sekali, maksimal
satu minggu sekali," ucapnya.
Berikut adalah
beberapa pertimbangan terkait efektivitas hipnoterapi dalam konteks gangguan
makan pada anak:
1. Keterbatasan Bukti Ilmiah: Bukti ilmiah yang mendukung efektivitas hipnoterapi
dalam mengatasi gangguan makan pada anak masih terbatas dan tidak konsisten. Studi-studi
yang ada belum memberikan dukungan yang cukup kuat untuk menetapkan hipnoterapi
sebagai metode utama dalam pengobatan gangguan makan pada anak.
2. Kesesuaian dengan Kondisi Anak: Anak-anak mungkin memiliki tingkat pemahaman dan
respons yang berbeda terhadap hipnoterapi dibandingkan dengan orang dewasa.
Efektivitas hipnoterapi dapat dipengaruhi oleh usia, tingkat perkembangan, dan
kesiapan anak dalam menerima teknik tersebut.
3. Pilihan Terapi yang Terbukti: Pendekatan terapi seperti CBT, terapi berbasis
keluarga, dan terapi nutrisi telah terbukti efektif dalam mengubah pola pikir,
perilaku makan, dan kualitas hidup anak-anak yang mengalami gangguan makan.
Pendekatan ini lebih umum direkomendasikan oleh pakar kesehatan mental dan ahli
gangguan makan.
4. Pentingnya Pengawasan Profesional: Penggunaan hipnoterapi dalam konteks gangguan makan
pada anak harus dilakukan oleh profesional yang berpengalaman dan berlisensi
dalam kedua bidang kesehatan mental dan hipnoterapi. Penting untuk memastikan
bahwa pendekatan terapi yang dipilih aman, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan
khusus anak.
5. Konsultasi dengan Profesional: Sebelum mempertimbangkan hipnoterapi atau metode
lainnya, disarankan untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental
atau ahli terapi yang berpengalaman dalam pengobatan gangguan makan pada anak.
Evaluasi menyeluruh dan perencanaan perawatan yang disesuaikan dengan kebutuhan
spesifik anak adalah kunci untuk memberikan perawatan yang optimal dan efektif.
Secara
keseluruhan, sementara ada laporan individu yang merasa terbantu dengan
hipnoterapi dalam mengatasi gangguan makan, keputusan untuk mengintegrasikan
hipnoterapi dalam perawatan anak dengan gangguan makan harus dipertimbangkan
dan berdasarkan bukti yang ada serta evaluasi profesional yang komprehensif.
Patut untuk menjadi catatan penting, dalam perjalanannya, hipnoterapi perlahan tapi pasti
telah menemukan posisinya sebagai modalitas penanganan yang terbukti mampu
mengatasi pelbagai gangguan psikis termasuk gangguan ARFID pada anak. Hipnoterapi merupakan modalitas penanganan yg
bersifat Komplementer-Holistik. Keberhasilan pengobatan tidak boleh di klaim
hanya dari satu jenis modalitas pengobatan saja. Pada akhirnya kolaborasi
modalitas pengobatan adalah jalur yang tepat dalam menciptakan pencapaian
tujuan yang efektif yakni kesembuhan individu.
Writer,
Admin Hypno Care
Center
Mental health and
Care