Nikmati Hidup Bebas dari Kecemasan
Nikmati Hidup Bebas dari Kecemasan
Merasa
cemas itu wajar, namun ketika kecemasan menguasai hidup kita, tentu saja sangat
mengganggu. Keinginan untuk menikmati hidup dengan tenang dan bahagia menjadi
sulit.
Apa itu Kecemasan?
Kecemasan adalah respons alami tubuh terhadap
stres. Namun, ketika kecemasan menjadi berlebihan dan terus-menerus, bisa
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Definisi kecemasan menurut para ahli
KECEMASAN
(ANXIETY)
Istilah kecemasan
dalam Bahasa Inggris yaitu anxiety yang berasal dari Bahasa Latin angustus yang
memiliki arti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik (Trismiati, dalam Yuke
Wahyu Widosari, 2010: 16). Selanjutnya Steven Schwartz, S (2000: 139) mengemukakan
“anxiety is a negative emotional state marked by foreboding and somatic signs
of tension, such as racing heartt, sweating, and often, difficulty breathing,
(anxiety comes from the Latin word anxius, which means constriction or
strangulation). Anxiety is similar to fear but with a less specific focus.
Whereas fear is usually a response to some immediate threat, anxiety is
characterized by apprehension about unpredictable dangers that lie in the
future”. Steven Schwartz, S (2000: 139) mengemukakan kecemasan berasal dari
kata Latin anxius, yang berarti penyempitan atau pencekikan. Kecemasan mirip
dengan rasa takut tapi dengan fokus kurang spesifik, sedangkan ketakutan
biasanya respon terhadap beberapa ancaman langsung, sedangkan kecemasan
ditandai oleh kekhawatiran tentang bahaya tidak terduga yang terletak di masa
depan. Kecemasan merupakan keadaan emosional negatif yang ditandai dengan
adanya firasat dan somatik ketegangan, seperti hati berdetak kencang,
berkeringat, kesulitan bernapas. Syamsu Yusuf (2009: 43) mengemukakan anxiety
(cemas) merupakan ketidakberdayaan neurotik, rasa tidak aman, tidak matang, dan
kekurangmampuan dalam menghadapi tuntutan realitas (lingkungan), kesulitan dan
tekanan kehidupan sehari-hari. Dikuatkan oleh Kartini Kartono (1989: 120) bahwa
cemas adalah bentuk ketidakberanian ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang
tidak jelas. Senada dengan itu, Sarlito Wirawan Sarwono (2012: 251) menjelaskan
kecemasan merupakan takut yang tidak jelas objeknya dan tidak jelas pula
alasannya. Definisi yang paling menekankan mengenai kecemasan dipaparkan juga
oleh Jeffrey S. Nevid, dkk (2005: 163) “kecemasan adalah suatu keadaan
emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang
tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi”. Senada dengan pendapat sebelumnya, Gail W. Stuart (2006: 144)
memaparkan “ansietas/ kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya”. Dari
berbagai pengertian kecemasana (anxiety) yang telah dipaparkan di atas dapat
disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi emosi dengan timbulnya rasa tidak
nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar disertai
dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh
suatu hal yang belum jelas.
Mengapa Kita Merasa Cemas?
Banyak faktor yang bisa memicu kecemasan,
seperti:
- Pekerjaan: Beban kerja
yang terlalu berat, tenggat waktu yang mendesak, atau ketidakpastian di
tempat kerja.
- Hubungan: Masalah
dalam hubungan pribadi, keluarga, atau pertemanan.
- Kesehatan: Penyakit
fisik, kekhawatiran akan kesehatan, atau perubahan gaya hidup.
- Keuangan: Masalah
keuangan, utang, atau ketidakpastian ekonomi.
- Kehidupan
sehari-hari:
Kemacetan lalu lintas, kerumunan orang, atau situasi yang tidak terduga.
Sumber Kecemasan Manusia
Sumber kecemasan manusia sangat bervariasi,
dan seringkali melibatkan kombinasi dari berbagai faktor. Berikut adalah
beberapa sumber umum kecemasan yang sering dialami oleh banyak orang:
1. Tekanan dan Tuntutan Sosial
- Ekspektasi
Sosial:
Kecemasan sering muncul dari tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial,
seperti standar kecantikan, kesuksesan, atau status sosial.
- Perbandingan
Sosial:
Membandingkan diri dengan orang lain di media sosial atau di lingkungan
sekitar dapat menyebabkan perasaan tidak cukup baik.
2. Stres di Tempat Kerja
- Tanggung
Jawab Kerja:
Beban kerja yang berat, tenggat waktu yang ketat, atau konflik di tempat
kerja bisa menambah stres.
- Ketidakpastian
Pekerjaan:
Kecemasan tentang keamanan pekerjaan atau masa depan karir juga dapat
menimbulkan kekhawatiran.
3. Masalah Keuangan
- Utang
dan Tagihan:
Masalah terkait keuangan, seperti utang atau kesulitan membayar tagihan,
dapat menjadi sumber kecemasan yang signifikan.
- Kekhawatiran
Masa Depan:
Ketidakpastian tentang masa depan finansial, pensiun, atau keamanan
ekonomi juga sering menjadi penyebab kecemasan.
4. Masalah Kesehatan
- Kesehatan
Fisik:
Kekhawatiran tentang penyakit, gejala kesehatan yang tidak jelas, atau
kondisi kesehatan kronis dapat menyebabkan kecemasan.
- Kesehatan
Mental:
Gangguan mental seperti gangguan kecemasan, depresi, atau gangguan stres
pasca-trauma juga bisa menjadi sumber kecemasan.
5. Hubungan Interpersonal
- Konflik
dalam Hubungan:
Masalah dalam hubungan pribadi, seperti konflik dengan pasangan, keluarga,
atau teman, dapat menambah kecemasan.
- Isolasi
Sosial:
Rasa kesepian atau kurangnya dukungan sosial juga dapat menyebabkan
kecemasan.
6. Perubahan dan Ketidakpastian
- Perubahan
Besar dalam Hidup:
Perubahan signifikan seperti pindah rumah, perubahan pekerjaan, atau
kehilangan orang yang dicintai dapat memicu kecemasan.
- Ketidakpastian
Masa Depan:
Kecemasan sering muncul dari ketidakpastian tentang masa depan, seperti
perubahan dalam kehidupan pribadi atau global.
7. Trauma atau Pengalaman Masa Lalu
- Pengalaman
Traumatis:
Pengalaman traumatis dari masa lalu, seperti kekerasan atau kehilangan,
bisa terus mempengaruhi kesehatan mental dan menyebabkan kecemasan.
8. Polarisasi dan Ketidakadilan Sosial
- Isu
Sosial dan Politik:
Ketidakadilan sosial, konflik politik, atau isu-isu global seperti
perubahan iklim dapat menyebabkan perasaan cemas tentang masa depan.
9. Genetik dan Biologis
- Keturunan: Faktor
genetik dapat memainkan peran dalam predisposisi seseorang terhadap
gangguan kecemasan.
- Kimia
Otak:
Ketidakseimbangan neurotransmiter di otak juga dapat mempengaruhi
kecemasan.
10. Gaya Hidup dan Kebiasaan
- Kebiasaan
Tidak Sehat:
Kurangnya olahraga, pola makan yang buruk, atau kebiasaan tidur yang tidak
teratur dapat memperburuk kecemasan.
Sobat Hypno
mengidentifikasi sumber kecemasan adalah langkah penting dalam mengelola dan
mengatasi perasaan tersebut. Terkadang, kombinasi dari beberapa faktor ini bisa
berperan dalam kecemasan seseorang, jadi penting untuk mempertimbangkan
berbagai aspek dari kehidupan dan kesehatan mental ketika mencari solusi.
Cara Mengatasi Kecemasan
Berikut beberapa tips yang bisa Anda coba
untuk mengurangi kecemasan:
- Kenali
Pemicu Kecemasan:
Coba identifikasi hal-hal apa saja yang membuat Anda merasa cemas. Dengan
mengetahui pemicunya, Anda bisa mencari cara untuk menghadapinya.
- Latihan
Relaksasi:
Teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, atau yoga dapat
membantu menenangkan pikiran dan tubuh.
- Olahraga: Olahraga
secara teratur dapat membantu mengurangi hormon stres dan meningkatkan
suasana hati.
- Cukup
Istirahat:
Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup. Kurang tidur dapat memperburuk
kecemasan.
- Makan
Sehat:
Makanan sehat dapat memberikan energi yang dibutuhkan tubuh dan membantu
menjaga kesehatan mental.
- Berolahraga: Aktivitas
fisik dapat membantu mengurangi hormon stres dan meningkatkan suasana
hati.
- Berbicara
dengan Orang Terpercaya: Berbagi perasaan dengan orang yang Anda
percayai dapat membantu meringankan beban pikiran.
- Terapi: Jika
kecemasan Anda sangat mengganggu, terapi dapat menjadi pilihan yang baik.
Terapis dapat membantu Anda mengembangkan strategi mengatasi kecemasan
yang lebih efektif.
Menikmati Hidup
Setelah berhasil mengurangi kecemasan, Anda
bisa mulai menikmati hidup dengan lebih baik. Beberapa hal yang bisa Anda
lakukan adalah:
- Habiskan
waktu dengan orang yang Anda cintai: Berkumpul dengan orang-orang
terdekat dapat memberikan dukungan dan kebahagiaan.
- Coba
hal-hal baru:
Mencoba hal-hal baru dapat membantu Anda keluar dari zona nyaman dan
memberikan pengalaman yang menyenangkan.
- Nikmati
alam:
Berada di alam dapat membantu menenangkan pikiran dan mengurangi stres.
- Berdzikir
dan berdoa:
Bagi yang beragama, berdzikir dan berdoa dapat memberikan ketenangan
batin.
Memahami definisi Kebebasan Batin.
Apa sesungguhnya arti kebebasan?
Tentu, ada beragam upaya untuk menjawab pertanyaan ini. Ada beragam bentuk,
mulai dari kebebasan politik, kebebasan ekonomi, kebebasan budaya, dan
sebagainya. Namun, semua paham kebebasan itu berpijak pada kebebasan lainnya
yang amat mendasar, yakni kebebasan batin. Kebebasan batin adalah kebebasan
paling tinggi yang bisa dicapai oleh manusia, dan menjadi dasar bagi
kebebasan-kebebasan lainnya.
Namun, apa arti dari
kebebasan batin? Belajar dari Anthony de Mello di dalam bukunya yang
berjudul Awareness, A de Mello Spirituality Conference in His Own
Words, kebebasan batin dapat dipahami sebagai kebebasan dari
keterkondisian batin, atau kebebasan dari “program-program” batin kita. (De
Mello, 1990) Sedari kecil, kita diajar bagaimana cara berpikir, cara merasa,
dan cara bertindak. Kita menelan semua itu, tanpa sikap kritis, dan kini
menjadi bagian dari diri kita.
Semua “program” ini lalu menjadi
pola hidup kita. Ketika kita mendapat masalah, kita lalu merasa, berpikir dan
bertindak sesuai dengan “program” yang kita punya. Ketika kita mengalami hal
baik, kita pun merasa, berpikir dan bertindak sesuai dengan “program” tersebut.
Bahkan, pemahaman kita tentang apa itu “masalah” dan apa yang merupakan
“berkah” juga ditentukan oleh “program” yang kita terima dari masyarakat kita,
dan kita telan mentah-mentah begitu saja. Kita pun melihat dunia tidak dengan
apa adanya dunia itu, tetapi dengan “program” yang kita punya.
Segala bentuk perasaan, seperti
sedih, senang, marah, dan sebagainya, adalah “program” hasil dari bentukan
masyarakat kita. Misalnya, ketika seseorang meninggal, kita “diajarkan” oleh
masyarakat kita untuk sedih. Ketika mendapat bonus dari perusahaan, kita
“diajarkan” untuk menjadi senang, bahkan mengadakan pesta dengan keluarga dan
sahabat. Emosi dan perasaan, serta cara kita memaknai dan menanggapi berbagai
peristiwa dalam hidup kita, bukanlah sesuatu yang alamiah, melainkan bentukan
dari masyarakat kita.
Jadi, ketika kita sedih, bukan karena
suatu peristiwa membuat kita sedih, tetapi karena kita “diajarkan” untuk sedih,
ketika mengalami peristiwa semacam itu. Dan sebaliknya, ketika kita senang,
bukan karena suatu peristiwa membuat kita senang, tetapi karena kita
“diajarkan” sejak kecil untuk merasa senang, ketika mengalami peristiwa
tersebut. Inilah yang disebut sebagai “program” yang membuat seluruh batin kita
tidak bebas untuk memahami dunia apa adanya. De Mello bahkan menyebutnya
sebagai proses cuci otak, bahkan hipnosis.
Apa dampak “program” ini bagi
hidup kita? Kita menjadi tidak stabil. Emosi kita diombang ambingkan oleh
berbagai peristiwa. Kita menjadi begitu reaktif terhadap berbagai peristiwa.
Pendek kata, kita tidak akan pernah menemukan kedamaian, selama kita belum
sadar akan “program-program” yang ada di kepala kita. Kita akan terus hidup
dalam penderitaan dan kesenangan sesaat yang bersifat semu.
Padahal, manusia, sejatinya,
yakni sebelum ia “diprogram” (atau dihipnosis dan dicuci otaknya oleh
masyarakat), adalah mahluk yang bebas dan bahagia. (Rousseau, 1979) Kita semua
sejatinya adalah mahluk yang berbahagia. Lihatlah anak kecil, sebelum ia
“diprogram” oleh keluarga maupun komunitasnya. Ia begitu bahagia. Ia melihat
dunia apa adanya, menerima semua apa adanya, tanpa penilaian, tanpa ketakutan,
tanpa kecemasan. Ia menjalani hidup apa adanya, tanpa harapan dan ketakutan
yang berlebihan.
Yang kita perlu lakukan untuk
mencapai kebebasan batin adalah menyadari semua “program” yang telah ditanamkan
pada kita sepanjang hidup kita. Ada “program” lama yang kita terima, sewaktu
kita kecil. Ada “program” baru yang baru saja kita terima dan melekat di dalam
diri kita, karena beberapa peristiwa yang kita alami. Kita tidak boleh melawan
“program” itu. Cukup disadari saja. Ketika “program” ini dilawan, kita justru
akan semakin menderita, dan terjebak pada “program” baru lainnya.
Saya beri contoh sederhana.
Beberapa hari yang lalu, kaki saya terbentur meja. Sakit sekali. Biasanya,
ketika saya belum menyadari “program” saya, saya akan marah dan bahkan memaki
meja itu. Karena marah, sakit di kaki pun lalu semakin bertambah. Dalam hati,
saya menyadari, bahwa “marah karena terbentur meja” adalah “program” yang saya
miliki, berkat didikan dan pengalaman selama bertahun-tahun. Kesadaran ini
membuat saya tenang. Saya tidak lagi marah.
Kaki tetap memar dan sakit,
tetapi itu tidak lagi menjadi masalah buat saya. Tinggal diobati saja, lalu
semua beres. Tidak perlu marah. Tidak perlu sedih. Tidak perlu frustasi. Cukup
disadari dari diamati saja semua “program” yang bercokol di kepala kita. Jangan
dilawan. (Sudrijanta, 2012)
Kata menyadari dan
mengamati diri menjadi amat penting disini. Di dalam bukunya yang
berjudul Die Kunst sich selbst auszuhalten, Ein Weg zur inneren Freiheit, Michael
Bordt berpendapat, bahwa pengamatan diri (Selbstbeobachtung)
dan persepsi diri (Selbstwahrnehmung) adalah kunci
untuk menjalani hidup yang bermakna, yakni hidup yang bebas. (Bordt, 2013) Hal
ini memang sulit, karena kita diajak untuk keluar dari keramaian dunia, dan
melakukan pengamatan diri atas diri kita sendiri, guna sampai pada kesadaran.
Banyak orang menghindarinya, sehingga mereka tetap hidup dalam pola berayun
“senang sesaat” dan “sedih mendalam”.
Peran Kesadaran Diri
Apa yang diajarkan oleh De Mello dan Bordt adalah inti dari kebebasan itu sendiri, yakni kebebasan batin. Kebebasan politis, kebebasan ekonomis, dan kebebasan kultural tidak ada artinya, jika orang tidak mencapai kebebasan batin. Kebebasan batin memiliki nilai pada dirinya sendiri. Namun, ia tidak muncul dari usaha manusia untuk mengejar “ide tentang kebebasan batin”, melainkan dari upaya manusia untuk menjadi sadar akan keterkondisiannya, yakni akan “program-program” yang bercokol di dalam dirinya, yang membuatnya sensitif dan tak bahagia di dalam menjalani hidup.
Sudrijanta juga
mengingatkan, bahwa kata “kesadaran” disini haruslah dipahami secara tepat.
(Sudrijanta, 2012) Kesadaran bukanlah kesadaran pengetahuan yang berpijak pada
kemampuan intelejensi manusia (consciousness), melainkan
kesadaran yang bersifat eksistensial dan mistikal (awareness).
Kesadaran intelektual (consciousness) berguna untuk
memahami alam dengan kaca mata filsafat atau ilmu pengetahuan. Sementara,
kesadaran eksistensial (awareness) adalah
inti dari kebebasan batin.
Dengan kesadaran eksistensial,
kita lalu bisa menjadi diri kita apa adanya, yakni diri yang bahagia (bukan
senang sesaat). Kita pun bisa melihat dunia apa adanya, tanpa penilaian yang
menghasilkan harapan berlebihan, atau justru kekecewaan yang mendalam.
Ingatlah, bahwa “kesedihan” dan “kesenangan” adalah bentukan dari
“program-program” yang kita dapatkan dalam hidup kita. Itu bukanlah kenyataan
yang sejati, melainkan hanya emosi sesaat yang datang dan pergi dalam sekejap
mata. Ia semu dan palsu.
Implikasinya
Pada titik ini, kita bisa
merumuskan ulang apa arti pendidikan dalam hidup manusia. Pendidikan adalah
proses untuk mencapai pencerahan, dan pencerahan adalah kebebasan batin itu
sendiri. Maka, pendidikan dapat dilihat sebagai proses untuk menyadari
“program-program” di dalam diri kita yang menentukan cara kita merasa, cara
kita berpikir, bahkan cara kita hidup. Pendidikan adalah penyadaran, atau
“deprogramisasi”.
Apakah paham tentang kebebasan
ini terlalu individualistik? Apakah ia tidak punya dampak politis untuk
perbaikan kehidupan bermasyarakat? Apakah paham kebebasan batin ini hanya
merupakan pelarian semata dari hidup di dunia politik dan ekonomi yang penuh
dengan kekejaman dan ketidakadilan? Apakah paham kebebasan batin ini hanya
merupakan selubung dari sikap pengecut akan dunia?
Saya menjawab semua pertanyaan
itu dengan satu kata, yakni tidak. Justru sebaliknya, kebebasan batin memiliki
dampak politis yang lebih besar dari semua teori filsafat politik lainnya. Ia
melepaskan orang dari fanatisme pada paham tertentu (organisasi-organisasi
teroris), sehingga ia bisa berpikiran terbuka. Ia juga melepaskan sikap keras
kepala pada paham tertentu yang menutup jalan bagi semua dialog untuk mencapai
perdamaian (misalnya antara Israel dan Palestina, atau perang di Suriah).
(Margalit, 2010) Semua teori ekonomi, filsafat ataupun politik yang masih
dibebani oleh “program-program” masa lalu justru menghambat perdamaian, dan
menghasilkan ketegangan maupun konflik lainnya.
Sebagai pribadi, kita pun bisa
dengan hati yang ringan dan damai ambil bagian dalam memperbaiki masyarakat
kita. Kita tidak lagi dibebani oleh kepentingan diri dan kebutuhan akan nama
baik atau ketenaran. Kita “sudah selesai” dengan hal-hal semacam itu.
(Wattimena, 2013) Kita akan menjadi manusia yang murni yang siap menyelesaikan
masalah-masalah hidup dengan tenang dan efektif, baik masalah pribadi maupun
masalah bersama. Tidak ada yang lebih praktis dan politis daripada kebebasan
batin!!
Baik sobat hypno,
sepertinya pembahasan tersebut di atas ini terlalu serius hingga dahi
mengernyit. Mari kita lanjutkan
pembahasan perihal kebebasan batin dengan bahasa yang lebih santai namun tetap
edukatif.
Di bagian akhir artikel
ini, penulis ingin menjelaskan sedikit tentang korelasi hipnoterapi sebagai modalitas (metode) untuk mencapai
kebebasan batin.
Korelasi
Hipnoterapi dan Kebebasan Batin
Hipnoterapi
dan kebebasan
batin memiliki korelasi yang sangat erat. Hipnoterapi, sebagai
sebuah teknik yang memanfaatkan kondisi relaksasi dalam untuk mengakses pikiran
bawah sadar, dapat menjadi alat yang ampuh untuk mencapai kebebasan batin.
Bagaimana
Hipnoterapi Membantu Mencapai Kebebasan Batin?
1.
Mengakses Pikiran Bawah Sadar:
o Mengungkap
Akar Masalah: Hipnoterapi memungkinkan kita untuk
menggali jauh ke dalam pikiran bawah sadar untuk mengidentifikasi akar masalah
yang menyebabkan kecemasan, ketakutan, atau pola pikir negatif yang menghambat
kebebasan batin.
o Memrogram
Ulang: Setelah akar masalah teridentifikasi,
hipnoterapi dapat digunakan untuk memprogram ulang pikiran bawah sadar dengan
sugesti positif dan konstruktif, sehingga mengubah pola pikir dan perilaku yang
tidak sehat.
2.
Meningkatkan Kesadaran Diri:
o Memahami
Diri Sendiri: Hipnoterapi membantu kita untuk lebih
memahami diri sendiri, nilai-nilai, dan tujuan hidup.
o Meningkatkan
Kecerdasan Emosional: Dengan meningkatkan kesadaran diri,
kita dapat mengelola emosi dengan lebih baik dan membangun hubungan yang lebih
sehat dengan diri sendiri dan orang lain.
3.
Mengurangi Stres dan Kecemasan:
o Relaksasi
Mendalam: Hipnosis menciptakan keadaan
relaksasi yang mendalam, mengurangi tingkat stres dan kecemasan.
o Mengatasi
Trauma: Hipnoterapi dapat membantu mengatasi trauma
masa lalu yang sering menjadi sumber kecemasan dan ketakutan.
4.
Meningkatkan Kreativitas:
o Membuka
Potensi: Hipnosis dapat membuka potensi
kreatif yang terpendam, memungkinkan kita untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan
menemukan solusi yang inovatif.
5.
Mempercepat Proses Penyembuhan:
o Membantu
Tubuh dan Pikiran: Hipnoterapi dapat mempercepat proses
penyembuhan fisik dan emosional, membantu kita untuk pulih dari penyakit atau
trauma lebih cepat.
Hal
yang Perlu Dipertimbangkan
- Terapis
yang Berkualifikasi: Pastikan
Anda memilih terapis hipnosis yang memiliki lisensi dan pengalaman.
- Ekspektasi
Realistis: Hipnoterapi bukan solusi instan,
tetapi merupakan proses yang membutuhkan waktu dan komitmen.
- Kolaborasi: Keberhasilan hipnoterapi sangat bergantung pada kerjasama
antara terapis dan klien
Intinya sobat
hypno, keberhasilan hipnoterapi sebagai suatu modalitas teraupetik menuju
kebebasan batin, bebas dari kecemasan adalah berproses. Ada ruang kolaborasi
elemen terapis, klient dan juga tentu saja waktu, penting untuk bijak
memahaminya.
Penulis : Hypno
Care Center Official
| Hipnoterapi Anak Mau Makan Nasi Makassar | Hipnoterapi Anak Makassar | Hipnoterapi Anak Tantrum Makassar | Tempat Praktik Hipnoterapi | Terapi anak di makassar | Hipnoterapi makassar | Hipnotrapi makassar
Referensi :
·
https://rumahfilsafat.com/2014/06/28/mencapai-kebebasan-batin/
·
https://www.wordonfire.org/articles/the-false-god-of-absolute-freedom/
·
https://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor/article/viewFile/6480/5041